Rabu, 28 September 2011

red 2

Pada tahun 1954 Pemimpin Partai PKI DN Aidit dipanggil oleh pengadilan Jakarta karena diangap melakukan usaha subversif atau perlawanan terhadap negara terkait dengan peristiwa Pemberontakan di Madiun tahun 1948. Dalam persidangan tersebut selain mengungkapkan naskah pembelaannya yang berjudul “Aidit Mengugat” ia juga mengajukan Hatta sebagai saksi untuk mengukapkan kebenaran mengenai peristiwa Madiun tersebut. Permohonan Aidit untuk mengajukan Hatta dipersidangan ditolak oleh jaksa penutut umum sehingga pada akhirnya atas penolakan dari jaksa tersebut Aidit tidak dapat dituntut dan dibebaskan dari segala macam tuduhan menyangkut perannya dalam peristiwa Madiun. Lalu mengapa Hatta yang harus diajukan menjadi saksi oleh Aidit.

Diajukannya Hatta sebagai saksi dalam persidangan Aidit selain dikarenakan Hatta yang memegang pemerintahan ketika terjadinya peristiwa Madiun juga dikarenakan isu keberadaan Red Drive Proposal yang dianggap menjadi penyebab terjadinya pemberontakan PKI pada tahun 1948 tersebut. Red Drive Proposal merupakan program bantuan dari Amerika Serikat dalam bidang ekonomi dan politik dengan syarat pemerintah Indonesia saat itu mampu menyingkirkan golongan kiri terutama mereka yang berasal dari golongan militer.

Pada tanggal 21 Juli 1948 terjadi pertemuan rahasia antara pihak Indonesia yang diwakili oleh Hatta, Natsir, Mohammad Roem, Soekiman, dan Soekanto dengan pihak Amerika yang diwakili oleh Merle Cochran dan Gerald Hopkins di Sarangan Jawa Timur menyangkut program bantuan bagi Indonesia yang pada akhirnya menghasilkan Proposal Red Drive. Red Drive Proposal merupakan bagian dari politik perang dingin Amerika Serikat sebagai upayanya untuk merangkul bangsa yang baru saja merdeka ini ke dalam pengaruhnya, dan Red Drive Proposal dapat dianggap sebagai ujian apakah pemerintahan Hatta mampu menyingkirkan golongan kiri yang ada di Indonesia dengan imbalan apabila usaha tersebut berhasil Pemerintah Amerika akan memberikan bantuannya dalam bidang ekonomi serta menekan pemerintahan Belanda untuk mengakui kedaulatan Indonesia sebagai negara yang merdeka.

Walaupun kebenaran mengenai Red Drive Proposal serta pertemuan rahasia di Sarangan antara Amerika dengan Hatta masih menjadi perdebatan dan kontroversi namun seperti yang telah tertulis dalam Red Drive Proposal bahwa setelah terjadinya peristiwa Madiun dan para tokoh golongan kiri yang diwakili oleh Muso, Amir Syarifudin dkk. Amerika Serikat memenuhi janjinya untuk mendesak Pemerintah Belanda agar mengakhiri agresinya serta mengakui Kedaulatan Indonesia.

Tanpa mengucilkan peran dari Serangan Umum Satu Maret terhadap perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia namun tekanan dari Amerika Serikat terhadap pemerintah Belanda memberikan efek yang begitu besar sehingga mampu memaksa Belanda untuk duduk di meja perundingan dan mengakui kemerdekaan wilayah bekas jajahannya tersebut.
Masa pemerintahan Hatta sebagai Perdana Menteri merupakan salah satu periode tergelap dalam perjalanan sejarah bangsa kita, perpecahan dan pertikaian yang berujung pada pecahnya perang saudara serta memuncak dengan meletusnya peristiwa Madiun meninggalkan luka dan dendam bagi mereka yang menjadi korban di dalamnya dan Red Drive Proposal menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam catatan sejarah bangsa Indonesia.
Ditandatanganinya Perjanjian Renville antara pemerintah Indonesia dengan Belanda memberikan dampak yang begitu besar dalam perjalanan sejarah bangsa kita. Amir Syarifudin yang dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam kekalahan Indonesia dalam perjanjian Renville tersebut harus meletakan jabatannya sebagai perdana menteri dan digantikan oleh Muhammad Hatta, selain itu kesatuan tentara yang berada di wilayah Jawa Barat serta wilayah lainnya yang dalam Perjanjian Renville menjadi milik Belanda harus pindah ke daerah Indonesia. Seperti Kolonel A.H. Nasution bersama dengan pasukan Siliwangi harus hijrah dari Jawa Barat menuju Yogyakarta dan kemudian ditempatkan tersebar di wilayah Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur khususnya di daerah yang kekuatan kaum kirinya cukup kuat seperti di Solo dan Madiun dengan tujuan selanjutnya membersihkan kaum kiri.

Ketika itu Pasukan Siliwangi merupakan pasukan yang memiliki perlengkapan tempur paling lengkap dibandingkan dengan pasukan lainnya, selain itu pimpinan Siliwangi memiliki kedekatan yang lebih baik dengan pemerintah sehingga ketika Pemerintahan Hatta mengeluarkan kebijakan Rekonstruksi dan Rasionalisasi (RERA) dalam tubuh militer Pasukan Siliwangi merupakan pasukan yang paling sedikit mengalami RERA, hal inilah yang menimbulkan pertentangan dari pasukan lainnya, Pasukan Siliwangi dianggap sebagai pasukan kaki tangan pemerintah.

Tanggal 2 Juli 1948 komandan Divisi Panembahan Senopati Kolonel Sutarto dibunuh oleh orang tak dikenal, kemudian diikuti dengan penculikan dan pembunuhan terhadap beberapa tokoh kiri yang diduga kuat dilakukan oleh Pasukan Siliwangi sebagai bagian dari kebijakan pemerintahan Hatta untuk menyingkirkan golongan kiri. Penculikan dan pembunuhan ini terus berlanjut terhadap tokoh kiri serta anggota pasukan Panembahan Senopati yang menimbulkan ketegangan.

Akibat dari ketegangan yang terus berlanjut terjadi pertempuran antara Pasukan Panembahan Senopati yang dibantu oleh Angkatan Laut melawan Pasukan Siliwangi pada tanggal 13 September 1948 di Solo. Pemerintah Hatta mengirimkan tentara untuk membantu Pasukan Siliwangi yang pada akhirnya dilakukan gencatan senjata pada tanggal 15 September 1948.

Pada tanggal 16 September 1948 markas Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) yang merupakan organisasi kepemudaan yang beraffiliasi kepada PKI diserang oleh Pasukan Siliwangi sehingga menyebabkan pertempuran Solo semakin menghebat Aksi pembersihan orang-orang kiri ini tidak hanya terjadi di Solo tetapi meluas ke Madiun dan wilayah sekitarnya, oleh karena itu Hatta mengirim pasukan-pasukan Siliwangi ke Madiun dan menduduki beberapa pabrik gula. Pasukan Siliwangi tersebut menlakukankan latihan-latihan militer serta menganiyaya beberapa buruh pabrik gula serta membunuh seorang anggota Serikat Buruh Gula. Kejadian ini menimbulkan ketegangan. Selain itu tidak adanya pemerintahan sipil ketika itu menyebabkan situasi bertambah panas, kacau dan tak terkendali itu, karena Residen Madiun tidak ada di tempat dan Walikota sakit, maka pada tanggal 19 September 1948 Front Demokrasi Rakyat (FDR) mengambil prakarsa untuk mengangkat Wakil Walikota Madiun Supardi sebagai pejabat residen sementara dan pengangkatan ini telah disetujui baik oleh pembesar-pembesar sipil maupun militer dan dilaporkan ke pemerintah pusat di Yogyakarta serta dimintakan petunjuk lebih lanjut. Peristiwa inilah yang mengawali apa yang disebut sebagai Peristiwa Madiun.
Pengangkatan Supardi sebagai pejabat residen sementara ini dianggap oleh Pemerintah Hatta dan Sukarno sebagai suatu upaya pemberontakan.Pada tanggal 19 September 1948 malam hari pemerintah Hatta menuduh telah terjadi Pemberontakan PKI sehingga dikerahkanlah kekuatan bersenjata oleh Hatta untuk menumpas dan menimbulkan konflik yang memakan banyak korban termasuk beberapa orang pemimpin dan anggota PKI dibunuh seperti mantan Perdana Menteri Amir Syarifudin, Dokosuyono, dan lain-lain. Selain itu sekitar 36.000 orang anggota dan simpatisan kiri ditangkap dan dipenjara serta dibunuh tanpa melalui proses pengadilan.

Kejadian di atas merupakan kronologis dari Madiun Affairs yang ketika masa Orde Baru disebut dengan istilah Pemberontakan PKI Madiun 1948, peristiwa yang dilatarbelakangi oleh konflik antara Pasukan Siliwangi dengan Pasukan Panembahan Senopati kemudian memanas dan merebet ke dalam konflik negara sehingga menimbulkan korban ribuan jiwa. Selain itu Pasukan Siliwangi dijadikan senjata oleh Pemerintahan Hatta dalam menjalankan kebijakan Red Drive Proposal yang berupaya untuk menyingkirkan golongan kiri Indonesia yang ketika itu berpusat di Solo, Madiun, dan sekitarnya.

Tidak ada komentar: